Rabu, 06 September 2017

Berkunjung Ke Tiang Tertinggi Di Jawa Barat | Gunung Ciremai, 2017


Halllooo pecinta ketinggian!!

Dalam postingan kali ini gue akan menceritakan pengalaman seorang newbie kayak gue mendaki gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai. 



Gunung yang punya ketinggian puncak mencapai 3.078 mdpl ini menjadi gunung kedua yang gue daki.

Ada beberapa jalur pendakian resmi, yaitu Apuy, Linggarjati, Linggasana dan Palutungan. Katanya sih jalur Linggarjati dan Apuy adalah jalur yang paling macho karena kalau Linggarjati jalurnya panjang dan menanjak dan Apuy cenderung lebih pendek tapi tanjaknya juga ngeri. Wah, agak serem sih ya pas denger kayak gitu. Tapi Palutungan juga ngga kalah menantangnya. Durasi mendakinya juga ngga main-main guys. Kalo Linggasana itu jalur baru yang katanya juga adalah yang paling wah diantara yang paling wah.



By the way, kali ini gue tidak mendaki bersama anak-anak mapala dari temen kelas gue di kampus, tapi sama temennya kakak ipar gue yang kebanyakan cowok semua. Awalnya gue merasa aman lah ya, karena bukan hanya karena mereka bisa diandalkan, tapi juga karena mereka semua sudah sering mendaki gunung dan tidak diragukan lagi ke-senior-annya. Akhirnya gue pun join tim Ciremai mereka kali ini (Dan juga karena temen mapala gue udah pernah kesini sebelumnya, dan mereka tidak mau kesana untuk kedua kalinya, jadi ya gue harus cari teammate lain untuk kesini).

Setelah dikirimkan itinerary dari salah satu anggota tim, gue cuma baca sekilas-sekilas aja. Tapi pas mau nandain kalender untuk nentuin tanggal cuti kerja, gue tercengang. Ternyata kita akan naik lewat jalur paling macho se-Ciremai, yup Jalur Linggarjati.

Jujur aja saat itu gue bukannya takut. Tapi malah excited luar biasa.


Dan hari H pun tiba lebih cepat tanpa gue sadari...

Berangkat

Kita janjian di meeting point jam 8 malem. Tapi baru bener-bener jalan ke Majalengka jam 10 malem. Gue dan yang lainnya menitipkan motor di rumah Bang Janu di daerah TB Simatupang. Dan berangkat dengan mobil sewaan. Kayaknya sih biar besoknya ngga usah ganti mobil lagi gitu. Entahlah gue cuma ikut-ikutan doang.

Sampai di rumah Bang Ali di Majalengka sekitar jam 1 dinihari. Sampai disana kita sepakat untuk re-packing dan istirahat sebelum paginya berangkat ke basecamp.


Menuju Basecamp

Setelah solat subuh dan beres-beres, kami pun berangkat menuju ke basecamp pendakian. Pas lewatin jalan liku-liku yang mulai sempit dan hanya muat satu mobil (jadi kalau ada mobil dari arah berlawanan, kita harus berhenti dulu dan ngasih mereka lewat) mobil sewaan kami mulai menolak karena takut tidak kuat dan sebagainya. Akhirnya kami diturunkan di depan sebuah masjid dan melanjutkan perjalanan menuju basecamp dengan jalan kaki.

Sekitar 10 menit jalan kaki, kami berkali-kali ditawari sewa mobil sampai ke basecamp. Salah seorang bapak penyewa mobil angkut sayur menyebutkan kalau jarak antara basecamp dari tempat kami berjalan itu sekitar 5 KILO! belum lagi karena kami juga ternyata NYASAR. Dan bisa-bisa ditempuh dengan 2 JAM jalan kaki (itupun kalo ngga gempor di jalan). Akhirnya setelah nego sana sini, kami pun memutuskan untuk menerima tawaran si bapak dengan mobil angkut sayurnya.



Basecamp Jalur Apuy

Selama perjalanan dari tempat kami nyasar ke basecamp, gue terus bertanya-tanya serius nih kita lewat Linggarjati? Kok gue makin gak sabar ya?

Dan akhirnya mobil berbelok ke sebuah pos dan ternyata kita akan naik lewat jalur Apuy. jalur paling pendek untuk pendakian Gunung Ciremai. Gue juga saat itu belum tau soal jalur Apuy. Karena gue pikir kalo ngga lewat Linggarjati ya lewat Palutungan.

Singkat cerita, setelah sampai basecamp sang Leader Bang Bobi pun mendaftar di loket pendaftaran. Untuk tarif per orang nya adalah Rp. 43.500,- (kalo ngga salah). Sudah termasuk simaksi, sertifikat pendakian dan satu kali gratis makan di salah satu warung di basecamp. Di loket juga kita disuruh isi daftar bawaan yang akan jadi sampah dan boleh menulis tulisan-tulisan alay di kertas, tapi ngga boleh bawa alat tulis ke atas.


Denger kata 'makan gratis' kami pun langsung menuju warung dan minta makanan. Nunggu cukup lama sih sampe makanan kita ber-delapan keluar dari dapur. Menu yang diberikan adalah nasi+telor ceplok+gorengan. Tapi nikmat banget loh rasanya, karena bagi kami yang penting ada nasi kan?

Hal lucu pertama adalah, kami menyelundupkan nasi kami yang tidak habis saat sarapan tadi ke dalam keril Mba Hera dan bikin si ibu warung kebingungan kenapa bisa kita ngabisin semuanya. Hihihi.

Di gerbang pendakian menuju pos 1 ditulis sebuah banner yang katanya 'kalo ngga siap daki, mundur sekarang juga' intinya begitu.




Pos 1

Ini pertama kalinya gue mendaki bukan dengan orang yang bener-bener gue deket. Dan mereka semua umurnya pun jauh di atas gue. Canggung sih sebetulnya awalnya karena pada dasarnya gue ngga tau mereka biasanya kalo  naik gunung kayak gimana. Jadi awalnya gue merasa kayak gue ikutan open trip gitu. Tapi gue coba enjoy dan bawa santai aja, plus, mereka juga sebenernya ngga sekaku yang gue pikir.



Perjalanan dari basecamp ke Pos 1 ngga makan waktu terlalu lama. Kayaknya cuma sekitar 30 menit kita udah sampe di Pos 1.

Pos 1 berupa tanah lapang yang muat kita-kita 4 tenda ukuran 4 orang dengan sebuah pendopo yang nyaman loh buat istirahat. Tapi perjalanan baru mulai, jadi kami ngga terlalu lama istirahat di Pos 1. Karena belum terlalu capek juga sih. Walaupun gue dah minum berkali-kali.


Pos 2

Kalau pas perjalanan dari basecamp ke Pos 1 jalannya masih ada yang beraspal dan cenderung halus, perjalanan dari Pos 1 ke Pos 2 ngga semulus itu. Batu dan pasir khas gunung Ciremai udah mulai menyapa sepatu-sepatu kami. Trek pun makin menanjak vertikal. Dan durasi pendakian mulai jadi lama. Berkali-kali satu per satu dari kami minta break untuk narik nafas dan minum (kalo gue selama perjalanan selalu diiringi minum seteguk-seteguk)

Maklum, gue ini tekanan darahnya rendah banget. Jadi sebelum nanjak gue periksa kesehatan dulu dan saat itu tekanan darah gue lagi bener-bener rendah. Dokternya awalnya malah ngga mau ngasih izin. Tapi karena gue bilang gue ngga suka pusing (padahal mah iya) akhirnya dia pun mengizinkan. Tapi gue ngga bisa dehidrasi terlalu lama. Jadi tugas gue harus terus menjaga tubuh gue agar tetap terhidrasi dengan baik. Supaya pandangan ngga tiba-tiba kabur dan kaki tiba-tiba lemes.

Untungnya saat mau nanjak gue udah lagi latihan fisik juga buat 5K Run minggu berikutnya. Jadi untuk urusan atur nafas bukan sesuatu yang terlalu susah buat gue saat itu. Tapi tetep aja, karena saat itu gue bawa keril kapasitas 55+10 liter (dan ternyata di dalemnya ditambah logistik banyak banget) gue pun akhirnya nyerah dan minta tukeran keril sama Bang Anas yang bawa keril lebih mini dari gue.

Setelah melewati php tulisan 'Pos 2 20 menit lagi', setengah jam berikutnya kita sampe di Pos 2.


Pos 3

Setelah istirahat singkat di Pos 2, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Pos 3. Nah disini nih gue mulai ngerasa jalurnya makin nanjak dan durasi perjalanan makin panjang. Baju gue udah basah dua-duanya (manset dan kaos).



Sampe di Pos, Bang Bobi dan yang lainnya solat zuhur (saat itu gue dan Mba Hera lagi ngga solat) setelah itu makan siang ala kadarnya. Disini istirahat kita paling lama di antara di pos yang lainnya. Karena udah pertengahan hari juga, matahari mulai panas. Tapi tiba-tiba kabut turun dan bikin gue kedinginan luar biasa. Gunung emang ngga pernah bisa ditebak ya.

Selama nunggu yang lain masih istirahat, gue lompat-lompat, bolak balik gak jelas supaya bikin badan gue tetep hangat. Karena sumpah itu dingin banget.


Pos 4

Pas memutuskan untuk lanjut perjalanan, gue adalah orang yang paling semangat. Karena kalo lanjut nanjak lagi, dinginnya sedikit berkurang. Walaupun hausnya malah bertambah.

Perjalanan ke Pos 4 kami semakin sering break. Jalur yang kita lalui pun terus menyempit sampai samping-samping jalur kita kalau ngga tebing batu kapur berpasir ya akar-akar pohon. Juga, banyak tanjakan yang kita naiknya harus pegangan tali yang disediain (ini part favorit gue, karena berasa kita lagi latihan ninja).

Singkat cerita, akhirnya kita sampai di Pos 4. Disini gue mulai capek banget sampe-sampe ada saat dimana satu tim TIDUR SEMUA! And noone can help us from sleepling in the track.


Pos 5 (Camp)

Satu-satunya alasan kenapa gue masih semangat waktu ngelanjut nanjak dari Pos 4 ke Pos 5 adalah karena gue sambil membayangkan suasana kemping dan makan mie instan di tenda. Yang lain pun sepertinya sama. Mereka udah pada pengen banget ngopi belum lagi beberapa kelompok pendaki lain kayak main kejar-kejaran sama kami, rasa kompetitif kami meningkat drastis. Tapi apa daya, ketika kami semua semangat, jalur yang di depan kami semakin terjal.

But finnally we did it! Kita sampai di Pos 5 dan langsung mencari tanah lapang untuk banting keril. Tim langsung terbagi menjadi 2 bagian dengan sendirinya. Gue sukanya dari tim ini tuh gitu. Ngga pake disuruh-suruh semuanya peka sama tugasnya masing-masing. Gue sih langsung gabung sama tim masak, karena mengharapkan adanya sedikit kehangatan dari kompor anti-badai milik Bang Bobi. Tapi ternyata ngga guys, GAK ANGET SAMA SEKALI!

Hampir Hipo

Disinilah bencana itu mulai gue rasakan. Bukan bencana alam tentu. Tapi gue merasa kedinginan gue semakin ngga wajar. Kulit gue serasa ditusuk-tusuk dan jantung gue berkali-kali kayak mau keram otot gitu rasanya. Sesak nafas dan gue ngga bisa menstabilkan irama tarikan nafas gue sendiri. Padahal yang lain biasa aja.

Gue akhirnya masuk ke tenda dan make jaket. Tenda nya belum jadi sebetulnya. Matras juga belum dipasang. Tapi gue ijin sama yang lain dan bilang kalo gue kedinginan. Akhirnya setelah selesai pasang matras dan masukin keril ke tenda, gue pun ijin tutup tenda untuk ganti baju. Sumpah ya ternyata masalahnya ada sama kaos luaran lengan pendek gue. Manset di dalemnya udah hampir kering, tapi kaosnya yang basah banget bikin badan gue jadi nyerep dingin berkali lipat. Gue langsung merasa mendingan pas ganti baju dan balurin badan pake minyak kayu putih. Ngga lupa pasang koyo di idung biar gue bisa lebih enak bernafas. Sesaat tadi itu gue merasa kalo gue ngga cepet-cepet ganti baju, gue akan beneran kena hipotermia.

Ketemu Babi Lagi

Setelah kenyang, kami pun saling mengisi tenda. Tenda pertama berkapasitas 5 orang diisi Bang Bobi, Bang Janu, Bang Anas, Bang Ali dan Bang Adit. Di tenda yang lebih kecil diisi sama gue, Mba Hera dan Bang Sam. Habis itu semua langsung sunyi dan terlelap.

Sekitar jam 8 malem (gue selalu tidur dengan pake jam tangan kalo lagi ngga di rumah, bahkan di rumah sodara gue sekalipun) gue merasa harus buang air kecil. Gue terbangun dan bersiap mencari headlamp. Tanpa sengaja ternyata Bang Sam juga bangun dari tidurnya. Gue pun pamit sama dia yang lagi ngoles-ngolesin hot n krim ke kaki untuk keluar tenda buat pipis. Udara dingin menampar gue saat itu juga. Tapi di luar bintangnya banyak banget. Sumpah gue paralyze pas liat bintangnya.

Gue mulai mencari-cari tempat yang enak buat pipis. Kebetulan saat itu ada satu kelompok yang baru lagi bikin tenda. Jadi gue harus nyari tempat yang sekiranya ngga keliatan sama mereka. Gue berjalan ke belakang tenda kelompok gue yang berupa semak-semak dan kayaknya emang tempat favorit buat buang air di pos itu. Tapi sebelum mendekat, gue kok kayak liat ada yang nyala-nyala ya dari balik semak-semak? Gue pun menyenteri bagian itu dan menemukan lebih banyak lagi sesuatu yang nyala-nyala. Ngga lama gue perhatikan, sesuatu itu gerak-gerak. Saat itu gue yakin kalau sesuatu itu berpasangan dan bergerak bersamaan.

Gue mulai mondar-mandir buat ngikutin gerakan sesuatu itu. Dan terpikirlah kalo itu adalah pasangan mata. God, mata apaan tuh?

Mungkin karena risih ngeliatin gelagat gue yang aneh, cowok-cowok yang lagi bikin tenda akhirnya menegur gue.

"Mba kenapa?" Tanya salah seorang dari mereka.

"Aku mau pipis, tapi ada babi banyak banget deh disitu." Jawab gue santai.

"Babi?" Gumam salah satu dari mereka.

Kemudian salah satu dari mereka mencoba mengusir kerumunan babi itu. Tapi ngga lama, yang terjadi malah si babi-babi ini mendekat ke camp. Mereka agak sedikit kelimpungan sambil manggil-manggil 'ranger' untuk minta tolong (padahal kayaknya useless).

Awalnya gue udah mau nyerah dan mengurunkan niat untuk pipis dan lebih baik balik tidur lagi. Tapi rasanya udah ngga tahan lagi, guys! Secara ya, udah malem aja gue masih 'ausan' (read:gampang haus) dan ngga ada setetespun keringat yang gue keluarin buat bikin cairan tubuh gue keluar. Akhirnya gue pun bangunin Bang Sam yang kayaknya udah setengah jalan tidur lagi.

"Bang, temenin aku pipis dong. Ada babi nih." ucap gue.

"Ayo deh gue juga mau sekalian." jawab dia.

Akhirnya gue pun kembali mencari tempat yang enak buat pipis. Walaupun saat itu babinya udah ngga keliatan lagi, gue tetep parno. Sampe cowok yang lagi bikin tenda nyaranin kita untuk pipis dengan ditutupin matras. Gue langsung menolak dengan alasan ribet. Akhirnya gue pun pipis di belakang tenda (dan sampe pagi itu air pipis gue masih ada XD)

Setelah yakin semua air pipis udah gue keluarin, gue dan Bang Sam balik ke tenda dan tidur lagi. Sebelum terlelap, gue sempet denger cowok-cowok yang lagi bikin tenda masih berusaha ngusir-ngusir babi yang ternyata balik lagi. Tapi bagusnya sih, babi-babi itu ngga merusak kemah siapapun.


Muncak

Sebelum tidur, Bang Bobi si kapten udah ngasih tau kalo kita bakal muncak jam 4 pagi biar dapet sunrise. Entah karena sugesti atau apa, gue yang biasanya ngga pernah bisa bangun pagi, saat itu bangun jam setengah 4 dan mendapati Mba Hera juga udah bangun. Dia manggil-manggil cowok-cowok di tenda sebelah dari dalem tenda kita, tapi ngga ada satupun orang yang menjawab. Malah, kita dibales sama suara ngorok Bang Ali yang cetar membahana.

Akhirnya kita balik tidur lagi.


Muncak (Beneran)

Matahari udah nongol sedikit dan membuat kabut sedikit tersapu dari langit Pos 5 Gunung Ciremai via Apuy saat itu. Walaupun mulut masih ngeluarin asap waktu kita ngomong dan kaki masih menggigil kalo keluar dari Sleepin Bag, gue ngga sabar untuk keluar tenda dan merasakan udara pagi pegunungan yang tinggi dan jauh dari keramaian dan kemacetan kendaraan.

Awalnya Mba Hera udah males muncak karena menurutnya kalo ngga dapet sunrise ya mau ngapain ke puncak?

Tapi akhirnya setelah sarapan dan beres-beres, jam 8 pagi kita berangkat melanjutkan pendakian menuju puncak. Oh ya sebelum berangkat juga gue dan Bang Sam sempet ceritain kalo semalem kita dikelilingi sekerumun babi-babi.

"Aku sih liat kayaknya ada 4 atau 5 babi gitu. Gede nya sih cuma segini (sambil memberi sign tangan di depan dada selebar bahu lebaran dikit)." ucap gue

"Oh itu beneran babi? Semalem iya gue denger ada suara kresek-kresek sama ngok-ngok gitu. Gue pikir suara ngorok-nya si Ali." Ucap Mba Hera yang kontan aja bikin kita ketawa.

"Wah, berarti semalem gue ngobrol sama babi dong." Balas Bang Ali yang mengundang tawa lebih banyak lagi.



Perjalanan muncak ternyata lebih terjal daripada semua jalur yang kita lewatin di pos-pos sebelumnya. Disini sekarang kemiringannya luar biasa. Sampe kepleset tuh bukan suatu hal yang jarang. Tapiiii.. pasirnya nyaman banget karena rasanya sejuk. Belum lagi pemandangan yang makin tinggi kita nanjak, makin bagus aja kelihatannya. Awannya yang putih, angin yang bersahabat, mana bisa nyerah sekarang kalo gini??

Setelah berkali-kali di php-in pendaki yang turun kalo puncak 3 menit lagi, kami pun akhirnya sampe di tanjakan terakhir menuju puncak Gunung Ciremai pada ketinggian 3.078 mdpl yaitu puncak Majakuning.



(dari kiri) Bang Anas, gue, Bang Janu, Bang Ali, Mba Hera, Bang Adit, Bang Sam, Bang Bobi



Kami ngga terlalu lama berada di puncak. Karena matahari juga udah terlalu tinggi dan akan berpotensi menggelapkan kulit, akhirnya kami pun memutuskan turun.

Perjalanan turun ke camp emang lebih fun daripada perjalanan naik puncaknya tadi. Tapi rasa capeknya semuanya terbayarkan ketika sampe di puncak. Gue yang baru kali ini ke Gunung tertinggi di Jawa Barat ini pun sangat takjub dan bersyukur bisa menyempatkan diri berkunjung kesini.


Turun

Setelah yakin sudah membersihkan kemah kami, semua perabotan tidak ada yang tertinggal dan perut sudah terisi, kami pun memulai perjalanan turun.

Perjalanan turun berdurasi hanya sekitar 3 jam dari Pos 5 ke basecamp.

Sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke rumah Bang Ali, kami menyempatkan diri makan mie di warung tempat kemarin kami sarapan. Dan karena gue pengen punya kenang-kenangan, gue pun beli satu gantungan kunci ala Gunung Ciremai di warung tersebut.

Menurut gue, Pelayanan di Gunung Ciremai udah cukup bagus loh. Masuknya ngga ribet, penjaganya ngga terlalu neko-neko. Dan gue malah seneng pas tau ngga boleh bawa alat tulis ke atas. Karena setelah liat sendiri, di jalur banyak banget tangan-tangan jahil yang nulisin nama mereka di batu, pohon, kayu tumbang. Mulai dari nama sendiri, nama geng, sekolah, sampe username instagram. Ya Tuhan, rasanya pengen gue follow terus gue tag tuh orang pake foto tulisannya di batang pohon tadi.

Oh iya, di jalur ini sumber air cuma ada di basecamp ya. Buat kalian yang mau nanjak, pastiin kalo persediaan air kalian cukup selama nanjak sampai turun (terlebih kalo punya anggota yang ausan kayak gue).


Pulang

Setelah turun dari gunung, kami ber-delapan memutuskan untuk menginap semalam lagi di rumah Bang Ali. Karena kalo mau pulang pun akan kemaleman dan capek pula.

Perjalanan pulang kita naik bis umum. Penuhnya ya minta ampun deh. Belum lagi gue sendiri seharusnya masuk kantor jam 7 pagi di hari itu. Sedangkan jam 8 pagi aja gue masih ada di tol. Akhirnya setelah gue mendapatkan kembali sinyal yang hilang selama 3 hari itu, gue langsung ngabarin atasan gue kalo gue telat masuk kantor. Dan baru pada jam 11 pagi (atau siang) gue sampe di kantor tercinta dan langsung ganti celana kerja. Temen-temen mapala kampus gue sih pada bilang gue gila karena baru balik nanjak langsung kerja kayak gitu. Tapi ya mau gimana lagi kan? Tuntutan pekerjaan. Hahaha.

Sekian dulu cerita gue kali ini tentang gimana serunya newbie kayak gue mendaki Gunung Ciremai. Semoga gue dan kita cepet main lagi ke gunung. Karena secapek apapun perjalanan selama naik gunung, kegiatan ini selalu bikin kangen!


--D Ark R Ain Bow--

0 comment:

Posting Komentar

Come share to us !!